Picture
Dalam teori kekuasaan (power), partai politik merupakan elemen penting, terlepas Negara tersebut menganut sistem pemerintahan apapun juga. Pada tataran konsep ideal, banyak para pakar berpendapat bahwa politik sebagai ilmu (science) merupakan sebuah upaya perubahan kearah yang lebih baik. Aristoteles menyatakan bahwa keadaan tersebut adalah kebajikan (virtue), dimana “kebajikan adalah pengetahuan yang tertinggi”.  Hal inilah yang menyebabkan politicos merupakan segolongan orang yang ingin berbuat kebajikan kepada masyarakat. Sehingga dalam konsep ideal, politik yang masih abstrak harus diimplementasikan dengan dicapai melalui elemen media yang konkrit. 

Politik memiliki definisi yang beragam, sebagaimana dikatakan oleh Paul Conn, bahwa “politik adalah konflik” (politics is conflict), dimana pertarungan kekuasaan adalah pertarungan yang mempertaruhkan konflik kepentingan.

Sementara itu menurut Harold Lasswell, bahwa politik adalah “siapa mendapatkan apa, kapan dan bagaimana” (politic is who gets what, when and how). Dalam hal ini terlihat kepentingan kekuasaan yang sangat dominan. Bila kita asumsikan politik merupakan taktik yang konkrit.

Hanya dalam implementasi partai politik sebagaimana didefinisikan oleh Rodee bahwa lebih merupakan “sekumpulan orang-orang yang memiliki ideologi yang sama”. Hal ini pula yang menjadikan asumsi bahwa sekumpulan orang-orang tersebut lebih sering memperjuangkan kepentingannya lebih dulu, bahkan tatkala sudah berhasil duduk dalam parlemen pun lebih cenderung berjuang untuk individu dan golongannya sendiri bukan untuk kepentingan umum.

Bila dikaji lagi fungsi-fungsi partai politik lebih kompleks lagi yang antara lain untuk: rekrutmen politik, komunikasi politik, agregasi dan artikulasi politik, sosialisasi politik yang terdiri dari pendidikan politik dan indoktrinasi serta pengaturan konflik (manajemen konflik).

Dari fungsi-fungsi di atas dapat kita lihat memang kepentinganlah yang menjadi latar belakang sebuah partai politik. Dalam sistem parlementer, dimana sebagai contohnya adalah Inggris, peran sentral partai politik sangatlah vital. Perdana menteri (prime minister) merupakan ketua golongan mayoritas di parlemen, tetapi dengan sistem “tradisi gentleman Agreemant” yang telah lama ditegakkan keberadaan dan sepak terjang partai politik di Inggris dapat terkontrol dengan cermat.

Kalaupun ada oposisi dalam parlemen, yang terbentuk adalah oposisi loyal. Pemerintah yang berjalan menganut semangat “for people”, dimana terjadinya langkah-langkah penggoyangan (seperti mosi tidak percaya) pemerintah diselesaikan dengan meminta diadakan pemilihan umum sebagai langkah meminta mandat rakyat disetujui atau tidak untuk berkuasa.

Berbeda dengan sistem “presidensil”, dimana di Amerika Serikat jabatan seorang presiden tidak harus seorang ketua partai politik. Yang didominasikan adalah kandidat yang memiliki kapabilitas dan akseptabilitas.

Dalam sistem yang dibangun dengan dominasi kepartaian sebagaimana di Negara-negara berkembang yang tercipta perilaku legislative yang “patronage-client”. Dalam patronage-client, partai sebagai pelindung yang memberikan sumber-sumber untuk perkembangan lebih lanjut yang akhirnya menimbulkan semangat partai diatas segala-galanya.

Di Indonesia saat ini yang semestinya menganut sistem presindensil sepertinya perlu dijaga agar tidak terjadi praktek Presidensil dengan cita rasa Parlementer. Tugas para politisi yang akan duduk di kursi dewan yang terhormat nanti yang seyogyanya dapat mengembalikan kereta api kepada jalur relnya yang tepat dan menjaga agar terhindar dari musibah yang sering terjadi sehingga dapat membawa penumpangnya sampai di tempat tujuan dengan selamat, aman, nyaman dan bahagia. Partai Politik tentunya harus mampu menjadi lokomotif perubahan dengan membawa segenap rangkaian gerbongnya menuju tempat yang diinginkan.
(dari berbagai sumber bacaan)

 
Picture
Menyambut ulang tahun ke 121 Kota Sawahlunto yang jatuh pada tanggal 1 Desember2009 sudah mulai kelihatan bentuk dan tekstur kota yang mulai dinamis antara pembangunan infrastruktur baru serta perpaduannya dengan bangunan2 peninggalan kolonial.Tapi selaras dengan itu...Mulai munculnya permasalahan sosial antara lain masalah pemukiman, dan susunan bangunan fisik di perkotaan yang tidak teratur menjadikan kota terlihat tidak rapi. Belum lagi masalah ketidakcukupan atau ketidakterlayaninya masyarakat akan kebutuhan air bersih dan listrik di Kota Sawahlunto.

Semua ini salah satunya disebabkan pembangunan kota yang terjebak pada penekanan tertentu dan mengabaikan sektor lain. Sehingga kota tidak mampu memberikan jaminan kualitas hidup yang baik bagi warganya. Padahal seharusnya pembangunan kota dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh sehingga sebuah kota nyaman untuk ditinggali.

Pembangunan kota saat ini, sedang mengarah kepada penciptaan sebuah kota yang berkelanjutan dimana kota tersebut mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa melupakan kemampuan generasi masa datang dalam memenuhi kebutuhannya. Sehingga sebuah kota harus bertujuan agar ‘user friendly’ dan bersumberdaya (resourceful), dalam artian tidak hanya dalam bentuk efisiensi energi, tetapi juga pada fungsi dan tempat kehidupan. (Elkin, McLaren, Hillman, 1991). Kemudian suatu kota juga harus bertujuan (atau sistem perkotaan) secara menerus mendorong agar secara economis lebih produktif, stabil dan inovatif, namun dengan menggunakan sumberdaya pada tingkat yang rendah/hemat (WHO, 1992) dan melibatkan pencapaian aspirasi pembangunan kota, dengan mempertimbangkan kondisi sediaan sumberdaya alam dan buatan tidak terganggu sehingga dalam jangka panjang menyebabkan ancaman bagi masa depan. (Breheny, 1990).

Menurut Graham Haughton & Colin Hunter (1994), pembangunan kota juga harus diarahkan pada sustainable development yang memiliki tiga prinsip dasar yaitu Pertama prinsip kesetaraan antar generasi (inter-generation equity). Kesetaraan antara generasi harus menjadi pertimbangan semua kegiatan manusia, dampak kemampuan generasi masa datang dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasinya harus dipertimbangkan. Hal ini mengacu pada prinsip masa depan. Kedua prinsip keadilan sosial (social justice). Prinsip ini berkaitan dengan kemiskinan, dimana kemiskinan dipandang sebagai sebab utama kemerosotan (degradasi). Sustainability mempersyaratkan bahwa kontrol terhadap distribusi sumber-daya harus dilaksanakan secara merata, dengan memperhitungkan kebutuhan dasar dan aspirasi bersama. Partisipasi dalam strategi dan kebijakan lingkungan secara meluas merupakan unsur keterpaduan dalam mencapai tujuan ini, dikenal juga sebagai kesetaraan intra-generasi. Ketiga prinsip tanggung-jawab transfrontier. Pada tingkat yang lebih luas, dibutuhkan pendampingan pada lingkungan global. Lebih khusus, polusi transfrontier perlu dikenali dan dikontrol. Bila dimungkinkan, dampak kegiatan manusia harus tidak melibatkan pergeseran geografis dalam persoalan lingkungan yang tidak dikompensasikan. Negara kaya seharusnya tidak mengeruk sumberdaya secara berlebihan di kawasan lain, menyebabkan ketimpangan ekonomi regional dan ekosistem. Hal yang sama juga biaya lingkungan kegiatan perkotaan harus tidak merambah kawasan diluar batas metropolitan, berdampak pada subsidi bagi pertumbuhan

Belajar dari Pengalaman Kota Bogota

Bogota, ibukota Kolombia, Amerika Selatan, dengan jumlah penduduk 7 juta jiwa, merupakan kota yang pada awalnya sering disebut sebagai kota narkoba, penuh dengan korupsi, penculikan dan tindak kejahatan lain. Pada tahun 1995 saja ada 3.363 pembunuhan dan 1400 kematian karena kecelakaan lalulintas. Sebagai bentuk akumulasi dampak perang saudara, ledakan populasi serta kelalaian tatakota. Orang-orang kaya memagari taman-taman publik di areanya. Mobil-mobil mengambil alih trotoar sebagai tempat parkir. Polusi udara bersaing dengan Mexico City. Karyawan dari selatan setiap hari menghabiskan waktu empat jam untuk menuju tempat kerjanya di utara. Selain itu, Bogota juga memiliki tingkat pengangguran 20%, dan 55% tingkat perekonomian masyarakatnya dibawah garis kemiskinan dengan penurunan nilai ekspor dan politik yang tidak stabil. Kota dengan tingkat kerusakan dan polusi yang buruk ini tidak lebih baik dari Jakarta. Bahkan, mungkin jauh lebih buruk kondisinya.

Namun dalam kurun waktu kurang dari 7 tahun, Bogota telah berubah menjadi kota yang layak huni, termasuk tersedianya prasarana pejalan kaki yang luas, prasarana rute sepeda yang baik dan panjang serta prasarana dan sarana angkutan umum yang handal.

Perubahan ini sejak terpilihnya Penalosa sebagai walikota Bogota. Pada tanggal 22 Desember 1999, walikota Penalosa mengawali sepak terjangnya dengan memberlakukan pelarangan penggunaan kendaraan bermotor di jalan raya ('car free day') dan memaksa jutaan orang untuk menikmati lampu-lampu natal dari sepeda atau berjalan kaki dengan aman.

Langkah berikutnya adalah menerapkan hari bebas kendaraan pada setiap hari kerja. Ketika itu walikota meminta agar kebijakan tersebut disiapkan dalam waktu sebulan, sementara para pakar memerlukan waktu sosialisasi selama 6 bulan.

Penalosa melakukan referendum untuk menentukan kebijakan 'car free day' dengan janji akan membatalkan kebijakan 'car free day' jika memperoleh suara kurang dari 60%, walaupun akhirnya 61% menyetujui untuk dilanjutkan.

Pada tanggal 24 Februari 2000, pertama kalinya diterapkan Hari Bebas Kendaraan di Bogota, dimana 7 juta penduduk dapat menikmati jalan raya yang aman dan udara yang nyaman. Saat itu satu setengah juta penduduk melakukan perjalanan dengan bersepeda dan berjalan kaki.

Dalam referendum lain yang dilakukan pada bulan Oktober 2000, 70% menginginkan dilanjutkannya 'Hari bebas kendaraan', 51% mendukung gagasan untuk dilakukan setiap hari selama 6 jam.

Yang menarik adalah alasan yang di kemukakan oleh Penalosa bahwa "Semua ini dilakukan untuk anak-anak. Jika kita menciptakan anak-anak yang bahagia, maka kita akan mempunyai segalanya, di samping masalah kesetaraan (equity)." Tambahnya lagi, "Setiap dollar harus dapat digunakan untuk membahagiakan anak-anak. Dari pada membangun jalan baru, kita harus membangun kota yang adil bagi semua orang".

Saat ini Bogota memberlakukan kebijakan perbaikan prasarana angkutan umum dimana dananya diperoleh dari komponen pajak BBM yang tinggi. Kebijakan ini dibarengi dengan kebijakan pembatasan kendaraan dengan sistem plat nomor dan tarif parkir yang tinggi, terutama di perkotaan. Ternyata tanpa kendaraan bermotor, aktivitas pendidikan dan perekonomian sama sekali tidak terganggu.

Perolehan dana dari peraturan kendaraan pribadi berhasil dimanfaatkan untuk pembangunan TransMilenio (sejenis busway), pendidikan (lebih 200.000 anak disekolahkan, memperbaiki 150 sekolah, membangun 50 sekolah baru, 3 perpustakaan besar, pembagian 14.000 komputer sekolah yang terhubung ke internet dan perpustakaan); pembangunan 1.200 taman dengan lebih 100.000 pohon; membangun dan merekonstruksi ratusan kilometer trotoar; lebih 300 kilometer jalur sepeda; dan menyalurkan air ke ratusan ribu penduduk miskin. Semua itu hanya dalam tiga tahun masa jabatannya.

Masalah lain yang menarik adalah perbaikan sistem angkutan umum yang terlihat dengan adanya 'Transmilenio'. Sistem ini mengurangi 1 sampai 2 jam waktu tempuh pada koridor yang sama.

Perencanaan sistem Transmilenio dimulai pada 13 Oktober 1999, pada tahun-tahun terakhir pemerintahan walikota Penalosa. Transmilenio diperkenalkan pada 18 Desember 2000 dan dioperasikan sejak 6 Januari 2001.

Tidak hanya itu, pemerintah kota juga mewajibkan seluruh bangunan di tepi jalan raya mundur 3 meter atau lebih demi pelebaran jalan. Maka, kemudian terdapat 285.500 meter persegi ruang publik berhasil ditata kembali dan dibangun untuk trotoar, jalur pedestrian, ruang terbuka hijau, dan lorong.

Bogota saat ini memiliki 11 taman kota, 3.149 taman ukuran sedang, dan 323 taman kecil (pocket parks). Semuanya berfungsi sebagai paru-paru kota, membuat kota menjadi sejuk, teduh sekaligus lapang karena memiliki banyak ruang terbuka.

Penggusuran mendapat perlawanan dari warga melalui berbagai aksi unjuk rasa. Dia dicaci maki, popularitasnya sempat merosot tajam menjadi hanya 16%, tetapi situasi itu tidak sampai chaos.

Sebab, sebelum mengambil keputusan tersebut, Penalosa selaku Walikota Bogota telah membangun dialog seutuhnya dengan warka setempat untuk menumbuhkan iklim partisipasi publik. Dia terus memperlihatkan karakternya yang konsisten, kepemimpinan, mengedepankan koordinasi, dan komprehensif dalam konsep.

Berbagai perubahan yang dicapai Bogota telah menunjukkan bahwa untuk menciptakan sebuah kota yang baik sangat bergantung pada visi, misi dan keinginan politik dari pemerintah yang berkuasa. Penalosa sebagai walikota Bogota saat ini sangat berperan besar dalam perubahan yang terjadi di Bogota. Hal ini menunjukkan bahwa aspek politik memiliki peran yang sangat besar. Dengan kata lain bahwa kewengan secara politik memang harus digunakan untuk membuat perubahan.

 
Picture
Mungkin,tak banyak pemimpin kita yang mengerti arti kepemimpinan dan filosofi kepemimpinan. sehingga, terlalu sering kita dapati, pemimpin kita yang nyata-nyata kegagalan dan ketidakbecusannya dalam memimpin masih berkilah sukses dalam memimpin dan menganggap dirinya layak untuk terpilih kembali sebagai pemimpin.

Padahal, dasar utama dari kepemimpinan adalah kepercayaan atas amanah dan kemampuan untuk mengaktualisasikan diri dalam mengembang amanah yang dipimpinnya.

Ketika seorang pemimpin telah merasa sukses dan berhasil dalam kepemimpinannya maka sesungguhnya dia telah jatuh dan gagal dalam memimpin karena kepemimpinan adalah amanah yang tujuan utamanya adalah bekerja dan berkreasi demi mencapai tujuan tertentu yakni pencerahan dan kemakmuran bagi yang telah menetapkannya sebagai pemimpin.sehingga, keberhasilan seharusnya tidak pantas untuk dibanggakan karena dengan tujuan keberhasilan itulah sesungguhnya mengapa dia dipilih.

Pemimpin dipilih untuk menjadi kepala dan mata bagi yang dipimpinnya untuk mengatasi kendala yang ada dalam proses perjalanan. Artinya,masalah itu telah ada dan tinggal mencari seseorang yang punya visi dan misi yang jelas untuk menyelesaikan masalah tersebut. dan orang yang mengajukan dirinya untuk menjadi pemimpin adalah orang yang merasa layak untuk dipilih dalam mengatasi masalah yang ada dimana dia memiliki visi dan misi yang jelas. bukan untuk mencari solusi dan mengumpulkan berbagai pendapat guna mengatasi masalah yang ada. dia tidak dipilih untuk diskusi dan sharing ide dalam mengatasi masalah tapi dia dipilih untuk bertindak mengatasi masalah dan memiliki visi jelas untuk masalah berikutnya yang pasti akan muncul. andai pemimpin dipilih untuk menjadi ketua diskusi dan ketua sharing pendapat maka saya berpikir kebanyakan orang pasti bisa.

Padahal,pemimpin adalah orang yang terbaik diantara yang baik dalam hal ini visi dan misi serta semangat kerja kerasnya.

beberapa orang yang telah menjadi pemimpin dan mengerti filosofi kepempinan, mengajarkan pada kita bahwa ketika dia merasa tidak sanggup lagi dan atau telah gagal dalam mencapai visi dan misi kepemimpinannya maka dia memilih mengundurkan diri dari kursi empuknya. Ini bukan sifat pengecut atau lari dari masalah tapi sesungguhnya dia memahami dengan benar bahwa masih ada orang lain yang lebih bisa dari dia. Dan dia tidak perlu bersikeras untuk merasa bisa, padahal sesungguhnya telah nyata kegagalannya, yang mengakibatkan regenerasi terhambat. Tindakan ini bukan pula bentuk dari kelemahan baik jiwa maupun pemikiran tapi sesungguhnya adalah bentuk kebesaran jiwa dalam memahami potensinya dan potensi orang yang ada disekitarnya.Tindakan ini juga bentuk pemikiran yang matang dan melihat jauh kedepan sehingga dia bisa melihat kompleksitas masalah yang akan timbul yang mungkin akan menuntut pemikiran dan tindakan ekstra cepat. Dengan visi seperti itu, maka dia memberikan tongkat estafet kepada yang lebih segar dan lebih visioner.

Beberapa negara atau organisasi yang punya sejarah kepemimpinan sangat lama, kemudian memahami tingkat kejenuhan tersebut dan mecoba membentuk sistem yang mengatur siklus kepemimpinan. Maka dibeberapa tempat, sering kita mendengar adanya aturan pembatasan umur seorang pemimpin, pembatasan masa kepemimpinan, pembatasan lama atau periode banyaknya memimpin. ini bertujuan untuk memberikan ruang yang seluas-luasnya pada proses regenerasi di tempat tersebut.

sejarah juga menunjukkan bahwa bangsa yang besar sekarang ini adalah bangsa yang pernah jatuh,pernah terpuruk,pernah terjajah atau pernah mengalami siklus lama dalam regenerasi kepemipinannya.

Sejarah juga menunjukkan bahwa bangsa yang besar sekarang ini adalah bangsa yang proses regenerasi kepemimpinannya berjalan dengan cepat dan alami. bahkan beberapa diantaranya diisi dengan cerita pengunduran diri pemimpinnya. Mereka yang terjajah belajar dari keterjajahannya sedang mereka yang pemipinnya  mengundurkan diri belajar menghargai kebesaran jiwa pemimpinnya sehingga tidak mesti harus berakhir dengan tragis sebagaimana sering kita lihat pada pemimpin yang tidak peka dan sensitif arus bawah yang tidak pro lagi dengan visi kepemimpinannya.

Beberapa kisah mengajarkan pada kita, pada titik jenuh tertentu ketika seorang pemimpin telah lama berkuasa dan tidak peka lagi maka dia akan diakhiri dengan cara yang lebih tragis. Akibatnya,respek penghormatan yang seharusnya dia dapatkan karena jasa kepemimpinannya selama ini justru berubah menjadi cacian dan hinaan. Masa istrahat yang seharusnya tenang berubah menjadi keriuhan masalah yang diakibatkan oleh ekses dari kepemimpinannya yang lama.belum lagi kalau selama kepemimpinannya itu dibumbuhi banyak cerita yang tidak sedap semisal pelanggaran moral,pelanggaran hak orang lain dan lain sejenisnya.

Asasinya, kepemimpinan untuk mensejahterahkan semua pihak baik lawan maupun kawan. orang yang tidak mengerti kepemimpinan dengan baik akan mensejahterakan salah satu pihak saja dalam hal ini kawan yang seperjuangan dengannya. ini sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari kita.

Sejarah bangsa Indonesia cukup memberikan contoh yang luar biasa banyaknya terkait tulisan ini.tinggal anda memilah siapa dan bagaimana dia pada akhirnya.

wasalam


 
Picture
Leader adalah pemimpin yang mampu memimpin minimal dari diri sendiri, amanah, kredibel, akuntabel, serta responsibel. Pemimpin itu mampu, tegas, tegar, tidak takut, mengambil resiko dalam mengambil kebijakan. Pemimpin itu siap pakai dalam setiap kondisi. Pemimpin adalah seorang penunjuk jalan. Ibarat ia seorang sopir dialah yang mengendalikan mobil dan memberi rasa nyaman pada penumpang. “Kepemimpinan suatu organisasi tidak bisa terlepas dari ideologi yang diemban. Ideologilah yang akan memepengaruhi arah gerak dan target yang ingin dicapai dalam kepemimpinan. Sebuah ideologi haruslah memiliki pemikiran mendasar yang memancarkan pemikiran-pemikiran lainnya. Pemikiran mendasar itu sendiri merupakan pemikiran yang tidak didahului oleh pemikiran lainnya dan hanya terbatas pada pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan. Menurutnya, pemikiran mendasar inilah yang disebut dengan akidah,” . Diungkapkan, pendapat tersebut mencerminkan bahwa seorang pemimpin harus berpemikiran ideologis. Artinya, ia mampu mengatasi berbagai persoalan dengan cara penyelesaian dengan padangan yang tepat. Ketika seseorang tidak berpemikiran ideologis, maka cara bertindak dan berpikir cenderung bersifat pragmatis. Sikap pragmatis akan memunculkan pemimpin yang bersifat kompromi pada sistem yang rusak, tidak revolusioner, pasrah pada keadaan, dan cenderung menggunakan momen sesaat untuk menyelesaikan persoalan. “Pemimpin ideologis akan tercermin dalam kinerjanya terkait urusan rakyat. Segala permasalahan yang terkait akan diberikan solusi yang tepat sehingga rakyat merasa dihargai dan diurusi. Tidak ada salahnya jika mengambil contoh pemimpin yang bersifat ideologis. Saya mencontohkan sosok DEVI RAZAKI,S.Hint, beliau merupakan contoh pemimpin muda yang ideologis,” . Ideologi yang diemban oleh Devi merupakan ideologi yang benar karena menunjukkan esensi kodrati manusia, yakni kebersamaan (kebangsaan). Setiap manusia senantiasa menginginkan kehidupan yang damai, oleh karenanya kebersamaan perlu terus menerus dibina. Hal senada juga pernah saya ungkapkan, Ciri pemimpin yang ideologis adalah belajar secara terus-menerus. Pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar. Wujud dari Ideologi ini adalah kaderisasi yang berkelanjutan. malah dengan tegas saya katakan bahwa Devi Razaki adalah contoh pemimpin yang komit terhadap kaderisasi. Sejak tahun 1991 hingga sekarang (kurang lebih dua puluh tiga tahun) ia konsisten untuk memperjuangkan idealismenya dan itu yang membuat saya tidak ragu untuk berdampingan dengannya.Karena berbicara, share dengannyalah saya yakin untuk mewujudkan karakteristik yang saya kagumi dan mau membantu saya serta anda juga untuk mengembangkan karakteristik tersebut, sehingga kita semua bisa meraih sasaran serta mewujudkan cita Para Pemimpin Muda.... (*)